BATANG, - Aktivitas pembuangan limbah cair yang diduga berasal dari salah satu pabrik sarung di Kandeman mengundang keprihatinan serius.
Sungai Grugak di Desa Kandeman, Kecamatan Kandeman, Batang, kini tercemar dengan limbah berwarna hitam pekat yang mengeluarkan bau menyengat, memicu kekhawatiran warga sekitar.
Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Kabupaten Batang, M Taufik Kurninto, mengaku telah melakukan investigasi langsung ke lokasi untuk mengklarifikasi masalah yang dihadapi.
Namun demikian, pihaknya mengaku kesulitan anggaran terkait uji lab untuk membuktikan pencemaran tersebut.
"Saya sudah ke lapangan tadi, kita lihat yang di pantai memang warna airnya kehitaman. Kemungkinan memang ada air limbah yang dibuang ke sungai. Namun tadi kita waktu ngecek ke lokasi pembuangan air limbah yang miliknya Sukoreintex normal-normal saja tadi waktu kami lihat. Jadi kami belum bisa membuktikan air itu sebenarnya dari mana, " ujar Taufik, Senin 5 Februari 2024.
Menurut Taufik, pihaknya akan mengadakan forum antara pengadu dan pihak Sukoreintex untuk mencari kejelasan terkait permasalahan ini.
"Nanti kita temukan antara pengadu dengan pihak Sukoreintex dalam forum. Kita berita acara, seandainya nanti disimpulkan ada semacam pelanggaran nanti ada dibuatkan teguran, " tambahnya.
Taufik juga menjelaskan bahwa kondisi air di muara sungai terlihat kehitaman tanpa adanya bau yang mencurigakan.
"Kondisi air kalau di muara memang kehitaman, tidak berbau. Dari pantai kita langsung ke tempat pembuangan normal-normal saja sih. Dugaan sementara ada indikasi buangan, " ungkapnya.
Namun, Taufik menekankan perlunya uji laboratorium untuk memastikan sumber dan jenis pencemaran yang terjadi di perairan tersebut.
"Sebaiknya memang ada uji lab. Kebijakan pimpinan nanti bagaimana untuk pengujian. Terus terang untuk anggaran kami tidak ada, " jelasnya.
Ssebelumnya diberitakan, Slamet, seorang warga berusia 50 tahun, turut bersuara terkait kondisi tersebut. Menurutnya, fenomena air berwarna hitam pekat sudah menjadi masalah tahunan yang mereka alami.
Limbah pabrik sarung yang masuk ke sungai, terutama pada malam hari, telah menjadi rutinitas yang tidak menyenangkan bagi penduduk sekitar.
"Ini sudah tahunan. Sekarang pabrik sarung yang masuk ke sini (limbahnya). Biasanya datangnya malam, satu bulan sekali seperti ini, " ujarnya pada Senin, 5 Februari 2024.
Tak hanya perubahan warna air, Slamet juga menyoroti dampak langsung dari limbah tersebut pada kehidupan sehari-hari. Ia mengungkapkan bahwa limbah tersebut tidak hanya mengubah warna sungai menjadi hitam pekat, namun juga menyebabkan reaksi gatal pada kulit yang bersentuhan dengannya.
Sebelum warna hitam menguasai sungai, limbah yang ada memiliki warna merah dan aroma busuk yang lebih kuat, membuat nelayan dan masyarakat sekitar semakin tidak nyaman.
Nelayan-nelayan di daerah tersebut pun merasakan dampak yang cukup signifikan. Meraba-raba perahu mereka di muara sungai yang tercemar limbah, mereka harus rela merasakan gatal dan mencium bau tak sedap.
Bahkan, tempat bersandar perahu mereka pun terasa tidak aman lagi akibat perubahan ini.
Limbah pabrik sarung juga tidak hanya berdampak pada kehidupan manusia, tetapi juga pada ekosistem laut di sekitarnya. Ikan-ikan di muara sungai menjadi korban yang tak terelakkan dari pencemaran ini.
Sarto, seorang nelayan lainnya yang berusia 52 tahun, mengungkapkan bahwa sungai tersebut sudah berwarna hitam selama dua bulan terakhir. Air yang bau dan mengandung limbah telah membuat ikan-ikan di sana mati.
"Dulu ada ikan mujaer, nila, bandeng, kena limbah langsung mati semua ikannya. Warga tidak berani mengambil ikan itu, kalau ada pecemaran, " jelasnya.
Tidak hanya itu, dampak ekonomi juga mulai terasa di sekitar wilayah tersebut. Warung-warung pinggir pantai menjadi sepi karena bau busuk yang mengganggu pelanggan, sementara tambak-tambak ikan milik warga juga terancam keberlangsungannya.
Paman Adam